MAKALAH
HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
PEMUKIMAN DAN RUMAH SUSUN
NAMA : IKHWAN NURSETIAWAN
NPM : 23316405
KELAS : 3TB04
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN
JURUSAN
ARSITEKTUR
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Zaman
semakin berubah serta menguatnya era globalisasi di berbagai negara hal
tersebut membuat manusia sebagai objek pelaku kemajuan zaman baik dari segi ilmu pengetahuan serta
munculnya berbagai teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut.
Tidak hanya itu, Indonesia sebagai negara berkembang melakukan berbagai
upaya agar kebutuhan rakyat terpenuhi merata di berbagai pelosok
negeri baik di pedesaan maupun
perkotaan.Sayangnya, memenuhi kebutuhan di
pedesaan tidak semudah memenuhi kebutuhan di perkotaan.Oleh karena itu,
warga di pedesaan mulai melakukan urbanisasi ke
kota khususnya ibukota Jakarta. Seiring dengan
kemajuan zaman, hal ini membuat ibukota Jakarta
yang tidak begitu luas menimbulkan
permasalahan lain, kesenjangan sosial, timbulnya
pemukiman kumuh serta pemukiman padat penduduk membuat
kondisi Jakarta semakin parah. Hal tersebut membuat wilayah Dki Jakarta
makin sempit karena makin bertambahnya penduduk, yang membuat pemerintah harus
kreatif untuk memanfaatkan lahan yang tersedia.
Berawal dari
permasalahan tersebut timbulah suatu penyelesaian yaitu dengan cara
membangun infrastruktur bagi warga yakni
dengan membangun Rumah Susun .Namun, pembangunan
rumah susun tidak berjalan dengan baik seperti
rumah susun yang tidak sehat, saluran air yang
tidak teratur, hingga kondisi interior rumah susun
yang kurang baik menjadi permasalahan baru yang terjadi.
B. TUJUAN
Tujuan
penulisan makalah rumah susun ini adalah untuk menambah
wawasan pembaca seputar pembangunan infrastrukutur dan
masalah masalah yang dihadapinya serta bagaimana pembangunan rumah
susun yang seharusnya khususnya di kawasan yang memiliki luas
yang sempit seperti Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini, juga kita dapat mengetahui
pertertian,asas-asas,jenis dan juga manfaat rumah susun.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
RUMAH SUSUN
Rumah susun merupakan bangunan
berbentuk gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan dimana terdiri
dari bagian-bagian struktur secara fungsional dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan
bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dengan sistem pengelolaan yang
menganut konsep kebersamaan.
Rumah Susun atau disingkat Rusun, kerap dikonotasikan
sebagai apartemen versi sederhana, walupun sebenarnya apartemen bertingkat
sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah
susun.
B. ASAS RUMAH SUSUN
Menurut
UU No.20 Tahun 2011
tentang rumah susun pasal 1 menyatakan bahwa rumah susun
merupakan bangunan gedung bertingkat yang
dibangun di suatu lingkungan yang terbagi
dalam bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah
horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama,
dan tanah bersama.Rumah susun dapat dibangun diatas tanah. Hak Milik (HM), Hak
Guna Bangunan (HGB) atau Hak Pakai (HP) diatas tanah negara ; dan HGB
atau HP diatas tanah Hak Pengelolaan (HPL).
Dengan
kata lain, rumah susun dibangun oleh
pemerintah maupun pengembang
dengan menggunakan dana Anggaran
Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran
Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Pasal 2 dan 3 UURS, No 16 Tahun 1985 tujuan
pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut
Pasal 2
Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan
umum keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam
perikehidupan.
Pasal 3
Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :
1. Memenuhi
kebutuhan perumahaan yang layak bagi masyarakat, terutama golongan masyarakat
yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya
2. Meningkatkan
daya guna dan hasil guna tanah didaerah perkotaan dengan memperhatikan
kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang
lengkap, serasi dan seimbang.
3. Memenuhi
kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat
dengan tetap mengutamakan ketentuan.
Rumah susun harus memiliki syarat-syarat seperti rumah biasa
yakni dapat menjadi tempat berlindung, memberikan rasa aman, menjadi wadah
sosialisasi dan memberikan suasana nyaman dan harmonis bagi penghuninya.
C.
UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1992
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
., ,Menimbang: a. bahwa dalam
pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan
permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan a kat penting dalam peningkatan harkat
dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
., ,b. bahwa dalam rangka
peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi
setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian
dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara
terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;
., ,c. bahwa peningkatan dan
pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek
permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan salu kesatuan fungsional
dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan a kat budaya untuk
mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
., ,d. bahwa Undang-undang Nomor 1
Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor
40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam
Undang-undang yang baru;
., ,Mengingat: Pasal 5
ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUIILIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
., ,1. Rumah adalah bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga;
., ,2. Perumahan adalah kelompok
rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;
., ,3. Permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
., ,4. Satuan lingkungan permukiman
adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah
dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
., ,5. Prasarana lingkungan adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman
dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
., ,6. Sarana lingkungan adalah
fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan ekonomi, a kat dan budaya;
7.
Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
., ,8. Kawasan siap bangun adalah
sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan
permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau
lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi
dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana
tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan
memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasrana dan sarana lingkungan, khusus
untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
., ,9. Lingkungan siap bangun adalah
sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri
sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan
selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun
kaveling tanah matang;
., ,10. Kaveling tanah matang adalah
sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan
dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
., ,11. Konsolidasi tanah permukiman
adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh
masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap
bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang
yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Pasal
2
., ,(1) Lingkup pengaturan
Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman,
baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara
terpadu dan terkoordinasi.
., ,(2) Lingkup pengaturan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan perumahan meliputi
kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan
pemanfaatannya, sedangkan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan
pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan
pemanfaatannya.
BAB
II
ASAS DAN TUJUAN Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman
berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal
4
Penataan perumahan dan permukiman
bertujuan Untuk:
., ,a. memenuh ikebutuhan rumah
sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat;
., ,b. memwujudkan perumahan dan
permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
., ,c. memberi arah pada pertumbuhan
wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
., ,d. menunjang pembangunan di
bidang ekonomi, a kat, budaya, dan bidang-bidang lain.
BAB
III
PERUMAHAN Pasal 5
., ,(1) Setiap warganegara mempunyai
hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
., ,(2) Setiap warga a kat mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk berperanserta dalam pembangunan perumahan
dan permukiman.
Pasal
6
., ,(1) Kegiatan pembangunan rumah
atau perumahan dilakukan oleh pemilik a katas tanah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
., ,(2) Pembangunan rumah atau
perumahan oleh bukan pemilik a katas tanah dapat dilakukan atas persetujuan
dari pemilik a katas tanah dengan suatu perjanjian tertulis.
Pasal
7
(e) Setiap orang atau badan yang
membangun rumah atau perumahan wajib:
., , a. mengikuti persyaratan
teknis, ekologis, dan a katasative;
., ,b. melakukan pemantauan
lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkungan;
., ,c. melakukan pengelolaan
lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan.
., ,(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
8
Setiap pemilik rumah atau yang
dikuasakannya wajib:
., ,a. memanfaatkan rumah
sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya sebagai tempat tinggal atau
hunian;
b. mengelola dan memelihara rumah
sebagaimana mestinya.
Pasal
9
Pemerintah dan badan-badan a kat
atau keagamaan dapat menyelenggarakan pembangunan perumahan untuk memenuhi
kebutuhan khusus dengan tetap memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal
10
Penghunian, pengelolaan dan
pengalihan status dan a katas rumah yang dikuasai Negara diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
11
., ,(1) Pemerintah melakukan
pendataan rumah untuk menyusun kebijaksanaan di bidang perumahan dan
permukiman.
., ,(2) Tata cara pendataan rumah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
12
., ,(1) Penghunian rumah oleh bukan
pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.
., ,(2) Penghunian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dilakukan baik dengan cara sewa-menyewa maupun dengan
cara bukan sewa-menyewa.
., ,(3) Penghunian rumah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian
tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat
dilakukan dengan perjanjian tertulis.
., ,(4) Pihak penyewa wajib menaati
berakhirnya batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis.
., ,(5) Dalam hal penyewa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bersedia meninggalkan rumah yang
disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tertulis,
penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta
bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
., ,(6) Sewa-menyewa rumah dengan
perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah
berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan telah berakhir
dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.
., ,(7) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
13
., ,(1) Pemerintah mengendalikan
harga sewa rumah yang dibangun dengan memperoleh kemudahan dari Pemerintah.
., ,(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
14
Sengketa yang berkaitan dengan
pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
15
(e) Pemilikan rumah dapat dijadikan
jaminan utang.
., ,(2) a. Pembebanan fidusia atas
rumah dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
., ,
., ,b. Pembebanan hipotek atas rumah
beserta tanah yang haknya dimiliki pihak yang sama dilakukan dengan akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal
16
., ,(1) Pemilikan rumah dapat
beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
., ,(2) Pemindahan pemilikan rumah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta otentik.
Pasal
17
Peralihan hak milik atas satuan
rumah susun dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
IV
PERMUKIMAN Pasal 18
., ,(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman
diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana
secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
., ,(2) Pembangunan kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditujukan untuk:
., ,
., ,a. menciptakan kawasan
permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman;
., ,b. mengintegrasikan secara
terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam
atau di sekitarnya.
., ,(3) Satuan-satuan lingkungan
permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan oleh jaringan transportasi
sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan
dan kesempatan kerja.
., ,(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dilaksanakan sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah
bukan perkotaan.
Pasal
19
., ,(1) Untuk mewujudkan kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan
satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang
wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah.
Bukan perkotaan yang telah memenuhi
persyaratan sebagai kawasan siap bangun.
., ,(2) Persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi penyediaan:
., , a. rencana tata ruang yang
rinci;
b. data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah; c. jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.
., ,(3) Program pembangunan daerah
dan program pembangunan a kat mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan
utilitas umum sebagian diarahkan untuk mendukung terwujudnya kawasan siap
bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
., ,(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
20
., ,(1) Pengelolaan kawasan siap
bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
Pemerintah.
., ,(2) Penyelenggaraan pengelolaan
kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha
milik a kat dan/atau badan lain yang dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi
untuk itu.
., ,(3) Pembentukan badan lain serta
penunjukan badan usaha milik a kat dan/atau badan lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
., ,(4) Dalam menyelenggarakan
pengelolaan kawasan siap bangun, badan usaha milik a kat atau badan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat bekerjasama dengan badan
usaha milik a kat, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan-badan usaha
swasta di bidang pembangunan perumahan.
., ,(5) Kerjasama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) tidak menghilangkan wewenang dan tanggung jawab badan
usaha milik a kat atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
., ,(6) Persyaratan dan tatacara
kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
21
., ,(1) Penyelenggaraan pengelolaan
lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh
masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan
perumahan yang ditunjuk oleh Pemerintah.
., ,(2) Tata cara penunjukan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
22
., ,(1) Di wilayah yang ditetapkan
sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan,
bantuan dan kemudahan kepada masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan
mampu melakukan konsolidasi tanah data rangka penyediaan kaveling tanah matang.
., ,(2) Pelepasan a katas tanah di
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan
berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang bersangkutan.
., ,(3) Pelepasan a katas tanah di
lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi tanah
oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan
dengan pemilik a katas tanah.
., ,(4) Pelepasan a katas tanah di
wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang belum berwujud
kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan kepada Pemerintah melalui
badan-badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
., ,(5) Tata cara pelepasan a katas
tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
23
Pembangunan perumahan yang dilakukan
oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan
siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.
Pasal
24
Dalam membangun lingkungan siap
bangun selain memenuhi ketentuan pada Pasal 7, badan usaha di bidang
pembangunan perumahan wajib:
A. melakukan pematangan tanah, penataan
penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam
rangka penyediaan kaveling tanah matang;
B.
.
membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah,
memelihara, dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada
pemerintah daerah;
C.
mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan
utilitas umum;
D.
membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak
berkeinginan melepaskan a
katas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;
E.
melakukan penghijauan lingkungan;
F.
menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
G. membangun rumah.
Pasal
25
(1) Pembangunan lingkungan siap
bangun yang dilakukan masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan
memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang
meliputi kegiatan-kegiatan:
a. pematangan tanah;
b. penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah; c. penyediaan prasarana lingkungan; d. penghijauan lingkungan; e. pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud data ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
26
(1) Badan usaha di bidang
pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual
kaveling tanah matang tanpa rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan
perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah
matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran
kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik
masyarakat dapat diperjual belikan tanpa rumah.
Pasal
27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan,
bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun
dalam tahap pelaksanaan, serta, melakukan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa kegiatan-kegiatan:
a. perbaikan atau pemugaran;
b. peremajaan; c. pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
28
(1) Pemerintah daerah dapat
menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak
layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama
masyarakat mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan program peremajaan lingkungan
kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
(3) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
D. KEBIJAKAN
RUMAH SUSUN
Perumahan
dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin
bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka
pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun.
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah
kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah
penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi
penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat
digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.
Indonesia
memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu
Undang-undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (“UURS”). Definisi rumah
susun menurut Pasal 1 butir (1) UURS adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama.
Peraturan
perundang-undangan yang utama mengatur mengenai rumah susun adalah
Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (diundangkan pada tanggal
31 Desember 1985) dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun (diundangkan pada tanggal 26 April 2009). Selain itu masih
ada beberapa peraturan khusus lain yang berkaitan dengan rumah susun.
Arah
kebijaksanaan rumah susun di Indonesia tercantum dalam UURS berisi 3 (tiga)
unsur pokok, yaitu:
1. Konsep tata ruang dan pembangunan
perkotaan, dengan mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman
dengan kepadatan penduduk;
2. Konsep pembangunan hukum, dengan
menciptakan hak kebendaan baru yaitu satuan rumah susun yang dapat dimiliki
secara perseorangan dengan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah dan
menciptakan badan hukum baru yaitu Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas
nama pemilik satuan rumah susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan
ketenteraman dalam kehidupan rumah susun;
3. Konsep pembangunan ekonomi dan
kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya kredit konstruksi dengan pembebanan
hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih dibangun.
Berdasarkan
arah kebijaksanaan tersebut, maka tujuan pembanguan rumah susun adalah:
1. Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan
yang layak dalam lingkungan yang sehat;
2. Untuk mewujudkan pemukiman yang
serasi, selaras dan seimbang;
3. Untuk meremajakan daerah-daerah
kumuh;
4. Untuk mengoptimalkan sumber daya
tanah perkotaan;
5. Untuk mendorong pemukiman yang
berkepadatan penduduk.
E. KESIMPULAN
Beberapa
tujuan tersebut harus menjadi pedoman bagi pengusaha jasa pembangunan (developer)
rumah susun. Di dalam Penjelasan Umum UURS ditegaskan bahwa pembangunan rumah
susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun
demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap
dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan bertingkat lainnya untuk
keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan
masyarakat ekonomi lemah.
|
Selasa, 20 November 2018
Pemukiman dan rumah susun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar