Kritik Normatif jenis advokatif
Metode Interpretif
Kritik interpretif dibagi dalam tiga metode sebagai berikut yaitu advokasi, evokasi dan impresionis.
- Kritik Advokasi
- Kritik ini tidak diposisikan sebagai penghakiman (judgement) sebagaimana pada Normatif Criticism.
- Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal yang terlupakan
- Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah orang lain
- Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
- Kritikus membantu kita melihat manfaat yang telah dihasilkan arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona yang kita kira hanya sebuah objek menjemukan.
- Dalam hukum kritik advokasi, kritiknya tercurah terutama pada usaha mengangkat apresiasi pengamat.
Contoh nya berikut ini :
Sejarah
Rumah Gurita
Rumah
ini dibangun pada tahun 1980-an dan sering ditinggalkan oleh pemiliknya yang
lebih sering beraktivitas di Jakarta.Meskipun begitu, pemilik rumah ini masih
sering mengujungi rumah ketika hari besar dan hari libur.Alasan mengapa
terdapat patung gurita raksasa di atas huniannya adalah karena sang pemilik
menyukai ornamen bertema laut dan kecitaannya terhadap seni.
Alhasil,
dibangunlah sebuah patung gurita berwarna hitam yang terlihat realistis,
kontras dengan cat rumahnya yang berwarna putih.Selain itu, pembuatan tentakel
pada patung ini membutuhkan ketelitian tingkat tinggi.Struktur beton dan
konstruksinya yang rumit adalah komponen penting untuk membuat atap gurita ini.
Gurita
Raksasa yang Ikonik
Menurut
ketua RT di kawasan rumah ini, gurita raksasa yang menghiasi rumah misterius
ini hanyalah sebuah dekorasi.Dia menjelaskan bahwa patung ini merupakan tandon
air yang di mana kepala gurita tersebut digunakan sebagai wadah untuk menampung
air.
Jika,
orang kebanyakan tampak tertarik dengan rumah yang satu ini, warga sekitar
justru merasa sebaliknya.Mereka menilai bahwa patung yang besar dan tentakel
yang menjulur ke mana-manalah yang membuat rumah ini terkesan mengerikan.
VIVAnews
- Pemilik "rumah gurita," Frans Halimawan, membantah rumahnya
dijadikan sebagai markas sekte seks bebas. Frans merasa pemberitaan soal
rumahnya belakangan ini sangat merugikan dan mencemarkan nama baik dia.
"Ini
termasuk perbuatan yang tidak menyenangkan. Saya akan menuntut masalah ini
sampai di mana kebenarannya," ujar Frans dalam wawancara dengan TVOne.
Frans
menceritakan awal mula tercetusnya ide membangun rumah unik dengan patung
gurita raksasa di atas atapnya. Semasa kecil, Frans tergolong orang tidak
mampu. Kemudian, ia membangun sebuah rumah yang memiliki filosofi agar dirinya
tidak lupa dengan perjuangan hidupnya menuju kesuksesan hingga seperti sekarang
ini."Dengan
hasil kerja keras saya, saya bikin rumah ini berdasarkan kehidupan saya,"
katanya.
Tujuh
anak tangga yang ada di dalam rumahnya sengaja dibuat untuk menggambarkan bahwa
dalam satu minggu hanya terdapat tujuh hari. Dalam kenyataannya hidup akan terus
berputar dari hari ke hari.
Di
tangga menuju lantai dua, di dinding sisi kiri terdapat gambar api. Frans
menggambarkan sifat manusia yang penuh nafsu dalam menjalani kehidupan.
"Lambang
kartu King dan Queen di pintu itu artinya manusia itu kan hidup berpasangan seperti
Adam dan Hawa," tuturnya.
Frans
pun membuat kolam dan taman dengan banyak rumput di halaman rumahnya untuk
mengingat masa kecilnya.
Seperti
diketahui, dugaan adanya sekte seks bebas di Bandung, Jawa Barat, meresahkan
warga kota itu. Dugaan itu mencuat setelah beredar surat perintah seks bebas di
lingkungan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bandung. Polisi lantas
memeriksa Gilang, seorang yang mengaku sebagai pengikut sekte tersebut.
Namun,
berdasarkan hasil penyelidikan sementara, polisi belum menemukan indikasi
adanya sekte sesat itu di Bandung. “Bandung aman. Tak ada sekte itu di sini,”
kata Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Tubagus Anis Angkawijaya,
kepada VIVAnews.
Kapolda
mengatakan, apabila berpegangan kepada keterangan Gilang, memang mungkin saja
sekte itu benar ada. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan dan penyelidikan di
lapangan, hasilnya bertolak belakang. Kepolisian telah menurunkan tim khusus
yang sedikitnya beranggotakan 15 orang untuk menyelidiki benar-tidaknya
keberadaan sekte seks bebas.
Menurut
Penulis kritik terhadap Rumah Gurita di Banudung ini termasuk Kritik Normatif advokatif karena bangunan rumah ini dinilai oleh masyarakat sekirar mengandung aliran agama sesat
yangdisebab kan adanya unsur unsur pendukung atau dekorasi dekorasi yang
menjerumuskan kesana. Namun kepolisian membantah bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan dan penyelidikan dilapangan, hasilnya bertolak belakang. Kepolisian
telah menurunkan tim shusu yang sedikitnya beranggotakan 15 orang untuk
menyelidiki benar atau tidaknya keberadaan sekte seks bebas itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar