Senin, 11 November 2019

KRITIK ARSITEKTUR RUMAH GURITA BANDUNG



       Kritik Normatif jenis advokatif

Metode Interpretif
Kritik interpretif dibagi dalam tiga metode sebagai berikut yaitu advokasi, evokasi dan impresionis.
  1. Kritik Advokasi
  • Kritik ini tidak diposisikan sebagai penghakiman (judgement) sebagaimana pada Normatif Criticism.
  • Bentuk kritiknya lebih kepada sekadar anjuran yang mencoba bekerja dengan penjelasan lebih terperinci yang kadangkala juga banyak hal yang terlupakan
  • Isi kritik tidak mengarahkan pada upaya yang memandang rendah orang lain
  • Kritikus mencoba menyajikan satu arah topik yang dipandang perlu untuk kita perhatikan secara bersama tentang bangunan
  • Kritikus membantu kita melihat manfaat yang telah dihasilkan arsitek melalui bangunannya dan berusaha menemukan pesona yang kita kira hanya sebuah objek menjemukan.
  • Dalam hukum kritik advokasi, kritiknya tercurah terutama pada usaha mengangkat apresiasi pengamat.

Contoh nya berikut ini :

Sejarah Rumah Gurita
Rumah ini dibangun pada tahun 1980-an dan sering ditinggalkan oleh pemiliknya yang lebih sering beraktivitas di Jakarta.Meskipun begitu, pemilik rumah ini masih sering mengujungi rumah ketika hari besar dan hari libur.Alasan mengapa terdapat patung gurita raksasa di atas huniannya adalah karena sang pemilik menyukai ornamen bertema laut dan kecitaannya terhadap seni.
Alhasil, dibangunlah sebuah patung gurita berwarna hitam yang terlihat realistis, kontras dengan cat rumahnya yang berwarna putih.Selain itu, pembuatan tentakel pada patung ini membutuhkan ketelitian tingkat tinggi.Struktur beton dan konstruksinya yang rumit adalah komponen penting untuk membuat atap gurita ini.

Gurita Raksasa yang Ikonik




Menurut ketua RT di kawasan rumah ini, gurita raksasa yang menghiasi rumah misterius ini hanyalah sebuah dekorasi.Dia menjelaskan bahwa patung ini merupakan tandon air yang di mana kepala gurita tersebut digunakan sebagai wadah untuk menampung air.
Jika, orang kebanyakan tampak tertarik dengan rumah yang satu ini, warga sekitar justru merasa sebaliknya.Mereka menilai bahwa patung yang besar dan tentakel yang menjulur ke mana-manalah yang membuat rumah ini terkesan mengerikan.
VIVAnews - Pemilik "rumah gurita," Frans Halimawan, membantah rumahnya dijadikan sebagai markas sekte seks bebas. Frans merasa pemberitaan soal rumahnya belakangan ini sangat merugikan dan mencemarkan nama baik dia.
"Ini termasuk perbuatan yang tidak menyenangkan. Saya akan menuntut masalah ini sampai di mana kebenarannya," ujar Frans dalam wawancara dengan TVOne.
Frans menceritakan awal mula tercetusnya ide membangun rumah unik dengan patung gurita raksasa di atas atapnya. Semasa kecil, Frans tergolong orang tidak mampu. Kemudian, ia membangun sebuah rumah yang memiliki filosofi agar dirinya tidak lupa dengan perjuangan hidupnya menuju kesuksesan hingga seperti sekarang ini."Dengan hasil kerja keras saya, saya bikin rumah ini berdasarkan kehidupan saya," katanya.
Tujuh anak tangga yang ada di dalam rumahnya sengaja dibuat untuk menggambarkan bahwa dalam satu minggu hanya terdapat tujuh hari. Dalam kenyataannya hidup akan terus berputar dari hari ke hari.
Di tangga menuju lantai dua, di dinding sisi kiri terdapat gambar api. Frans menggambarkan sifat manusia yang penuh nafsu dalam menjalani kehidupan.
"Lambang kartu King dan Queen di pintu itu artinya manusia itu kan hidup berpasangan seperti Adam dan Hawa," tuturnya.
Frans pun membuat kolam dan taman dengan banyak rumput di halaman rumahnya untuk mengingat masa kecilnya.
Seperti diketahui, dugaan adanya sekte seks bebas di Bandung, Jawa Barat, meresahkan warga kota itu. Dugaan itu mencuat setelah beredar surat perintah seks bebas di lingkungan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Bandung. Polisi lantas memeriksa Gilang, seorang yang mengaku sebagai pengikut sekte tersebut.
Namun, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, polisi belum menemukan indikasi adanya sekte sesat itu di Bandung. “Bandung aman. Tak ada sekte itu di sini,” kata Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Tubagus Anis Angkawijaya, kepada VIVAnews.
Kapolda mengatakan, apabila berpegangan kepada keterangan Gilang, memang mungkin saja sekte itu benar ada. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan dan penyelidikan di lapangan, hasilnya bertolak belakang. Kepolisian telah menurunkan tim khusus yang sedikitnya beranggotakan 15 orang untuk menyelidiki benar-tidaknya keberadaan sekte seks bebas.
Menurut Penulis kritik terhadap Rumah Gurita di Banudung ini termasuk Kritik Normatif advokatif karena bangunan rumah ini dinilai oleh masyarakat sekirar mengandung aliran agama sesat yangdisebab kan adanya unsur unsur pendukung atau dekorasi dekorasi yang menjerumuskan kesana. Namun kepolisian membantah bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penyelidikan dilapangan, hasilnya bertolak belakang. Kepolisian telah menurunkan tim shusu yang sedikitnya beranggotakan 15 orang untuk menyelidiki benar atau tidaknya keberadaan sekte seks bebas itu.